Advertisement
Amien Rais (Foto: Kompas/Nibras Nada Nailufar) |
Sebagai politikus yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR RI, Amien Rais dinilai, lebih cenderung mengembangkan komunikasi massa bergaya premanisme dan penuh hasut.
"Saya marah dan kecewa dengan dia (Amien Rais)," kata Koordinator Nasional ANCaR (Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput), Fatahillah Rizqi, ketika ditemui di Cirebon, Minggu, 16 Januari 2017.
Hal ini disampaikan Fathillah terkait isi ceramah Amien yang dicapnya provokatif dan tidak mendidik umat pada acara Tabligh Akbar Politik Islam di Masjid Al- Azhar, Jakarta Selatan, Minggu (16/1).
Dalam ceramah tersebut, Amien meminta agar Gubernur Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dalam cermahnya disebut Amin sebagai 'Si Pekok', segera ditangkap, dan meminta proses persidangan jangan bertele-tele.
Dalam cermahnya Amien mengatakan, 'Soal Ahok ini, semua penista agama termasuk "Si Pekok" harus dihukum. Tidak ada pengecualian. Maaf ya si Ahok saya sebut si pekok,' demikian kata Amien seperti dikutip merdeka.com, Minggu (16/1).
Amien juga meminta proses hukum Ahok dipercepat, karena dianggap sudah meresahkan masyarakat.
"Lebih cepat lebih bagus. Ahok itu dipercepat jangan bertele-tele kemudian diberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan rasa keadilan, jangan dimain-mainkan hukum itu, penista itu (Ahok) masuk penjara. Kemudian, kita buka lembaran baru. Mudah-mudahan negara kita tenang kembali," bebernya.
Menurut Fatahillah, proses hukum sedang berjalan, sebaiknya ditunggu. Dalam hal dugaan penodaan agama, yang disangkakan kepada Ahok sedang diperiksa, apakah betul Ahok telah melakukan penodaan agama atau tidak.
Amien Rais sebagai seorang profesor kan seharusnya paham bahwa tidaklah mungkin Republik ini menghukum warganya tanpa dasar hukum yang jelas, dan tanpa melalui sebuah proses yang legal berdasarkan kebenaran dan keadilan.
"Jadi bukan Ahok yang pekok, tapi Amien Rais yang semakin pekok," tegas Fatahillah.
Setelah kasus Ahok masuk persidangan, menurut Fatahillah, seharusnya sudah masuk pada tahap monitoring, dan para tokoh termasuk Amien Rais seharusnya berperan menenangkan massa, setelah sebelumnya mereka dikipas-kipasi, dan bukan malah dikipasi terus-terusan. Diprovoksi tanpa jeda.
"Apa maksud Amien berkata demikian. Jika kasus sudah masuk persidangan, maka logika undang-undang yang bermain. Bukan lagi syahwat satu atau dua orang, yang dimodifikasi sebagai keinginan massa," tegas Fatahillah.
Karenanya, lanjut Fatahillah, sejak semula dirinya dan ANCaR lebih menginginkan kasus Ahok diselesaikan dengan cara-cara dialogis keagamaan, bukan dengan pendekatan hukum positip. Karena persoalan yang ada juga tidak sederhana, menafsir surat Al Maidah 51, itu harus disikapi dengan ilmu, hikmah dan kebijaksanaan, dan bukan dengan menyeret-nyeret massa.
"Bukan dengan cara menyeret-nyeret massa. Ini pasti ada kepentingan," tuding Fatahillah.
MUI sebagai salah satu lembaga representasi Ulama, seharusnya dapat mengembangkan komunikasi yang lebih sejuk dan penuh pemakluman, agar pihak-pihak di luar Islam memaklumi konsepsi Islam, baik dalam hal tauhid, ibadah dan muamalah. Begitu juga, agar pemahaman kaum Muslimin tentang agamanya bisa lebih matang.
"Jika sudah begini, kita sebagai umat Islam kan bisa dicap telah menistakan dialog!" kata Fatahillah.
Jadi, kata Fatahillah, omongan Amien Rais di Masjid Al Azhar itu yang jelas-jelas provokatif dan berpotensi membuat negeri ini kembali gonjang-ganjing.
Dan sebagai tokoh Muslim, jelas Amien sedang mengajari umat untuk bicara tidak santun.
"Preman pasar saja tidak bicara seperti itu. Itu komunikasi gaya barbar," cap Fatahillah.
.viq