Advertisement
Ketua DPR Setya Novanto (Ist) |
MEJAHIJAU.net, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Ketua DPR Setya Novanto sebagai saksi untuk memberikan konfirmasi dan klarifikasi sejumlah hal terkait kasus korupsi Proyek Pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP.
Pemanggilan akan dilakukan pada tanggal 10 Januari 2017, dan ini adalah pemanggilan ulang, karena sebelumnya Novanto ketika dipanggil tidak hadir, demikian Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2017.
"Kami akan lakukan pemanggilan ulang," kata Febri.
Pemanggilan ulang dilakukan karena penyidik membutuhkan informasi, konfirmasi dan klarifikasi Novanto terkait pendalaman dan pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Penyidik membutuhkan informasi dari Novanto seputar soal pembahasan anggaran proyek e-KTP.Selain itu ada sejumlah informasi yang didapat penyidik dari saksi lain untuk dikonfirmasi dan diberikan klarifikasi oleh Novanto.
"Ada informasi yang diterima penyidik dari saksi yang lain dari perkara yang di dalami, hal ini perlu dikonfirmasi. Termasuk adanya pertemuan-pertemuan yang perlu dikonfirmasi kepada saksi (Novanto)," katanya.
Namun Febri belum bersedia menyampaikan soal pertemuan dimaksud.
"Belum bisa kami sampaikan pada saat ini, karena info detail di penyidikan. Yang jelas KPK membutuhkan klarifikasi dan informasi terkait pertemuan," ujarnya.
Sebelumnya, KPK juga telah memanggil dan memeriksa Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, Selasa (3/1), juga untuk keperluan pendalaman dan pengembangan kasus korupsi Proyek Pengadaan e-KTP.
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua orang tersangka, yakni Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri dan Irman selaku mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri.
KPK menetapkan keduanya sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenang dan menggelembungkan harga (mark up) sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,3 trilyun.
Atas perbuatan itu, KPK menyangka Sugiharto dan Irman melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Pemerintah diketahui telah membayar lunas proyek e-KTP senilai Rp 5,9 trilyun kepada konsorsium yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
.mar