Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan fatwanya pada Oktober tahun lalu yang menghakimi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah melakukan penistaan agama, telah menghadirkan gonjang ganjing di republik ini, setidaknya heboh dengan dua aksi besar pada 4 November disusul 2 Desember 2016 lalu, di alun-alun nasional, Monas.
MUI itu sebenarnya mahluk apa?
Pertanyaan di atas nampaknya mulai dipikirkan dan dicari jawabnya, bukan saja karena fatwa penistaan agama tersebut, tetapi juga mencari tahu dan menyelidik, dari mana datangya kewenangan dan otoritas MUI mengeluarkan sertifikasi halal.
Hal lain, bagaimana sebenarnya proses rekrutmen para pengurus MUI, mulai dari tingkat kecamatan, hingga ke tingkat nasional.
Guru Besar FHUI, Jimly Asshidiqie, mengomentari fatwa penistaan agama yang dikeluarkanya tersebut, mengatakan fatwa MUI bukanlah hukum positip yang sifatnya mengikat, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan, bahwa Fatwa MUI patut dihormati, tetapi tidak dapat dijadikan pegangan.
Apa yang dikatakan Jimly, dapat dipahami, karena dia tidak melihat tentang isi fatwa, tetapi lebih melihat kelembagaan dan sumber kewenangan MUI. MUI, bukanlah lembaga negara, begitu pendapat Jimly.
Hal yang sama disampaikan Nuril Arifin Husein atau Gus Nuril berpendapat. Menurutnya, MUI dapat saja mengeluarkan fatwa, tetapi sebelum diumumkan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari Kementerian Agama. Menurut Gus Nuril, MUI tidak bisa seenaknya mengeluarkan fatwa, karena MUI posisinya sama dengan ormas keagaman yang lain.
Jika MUI bisa mengeluarkan fatwa, dan harus dipatuhi, maka NU dan Muhammadiyah juga bisa mengeluarkan fatwa, begitu juga dengan Ormas Keagamaan lain. Bahkan menurutnya fatwa NU dan fatwa Muhammadiyah lebih shahih, karena kedua Ormas Keagamaan itu memiliki anggota jemaah jutaan. Lalu Gus Nuril bertanya, siapa jemaah dari MUI?
Melihat dari sudut historis, tokoh NU, KH Ahmad Mustofa Bisri, mengatakan MUI adalah produk politik Suharto. Pada masa Orde Baru, Suharto menerapkan politik unifikasi dengan tujuan controlling. Jika Ormas Kepemudaan disatukan di bawah panji KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), partai-partai Islam di bawah bendera PPP, maka ormas-ormas keagamaan disatukan pada sebuah majelis, yaitu MUI.
Mustofa Bisri, biasa akrab dipanggil Gus Mus, juga mempersoalkan kewenangan MUI mengeluarkan sertifikasi halal, yanag menurut dia hal demikian seharusnya dikeluarkan oleh Kementerian Agama.
Jadi MUI itu sebenarnya siapa, dan mahluk apa? Apakah ormas, parpol, atau bagian dari Kementerian Agama, ataukah rekanan Kementerian Agama, atau apa, tanya Gus Mus, dalam nada bertanya.
Gus Mus juga mempertanyakan siapa sebenarnya yang merekrut pengurus MUI, mulai dari tingkat kecamatan hingga tingkat nasional, siapa yang berhak mendudukan seseorang dan sebagai apa di dalam kepengurusan MUI.
Hal ini kan belum jelas, kata Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatuth Tholibin, Rembang, Jawa Tengah ini.
Jadi, kita harus cari tahu dulu, MUI itu mahluk apa?
.tn