14 April 2017, 16:45 WIB
Last Updated 2017-04-14T09:45:19Z
ISU

Djarot Sesalkan Politisasi Masjid, Diusir Usai Sholat Jumat di Tebet

Advertisement
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat. (Foto: Ist)
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Cawagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyesalkan terjadinya politisasi masjid, seusai dirinya mendapat penolakan usai salat Jumat di Masjid Jami Al' Atiq di Tebet, Jakarta Selatan, tadi Jumat siang, 14 April 2017.

Jemaah berteriak-teriak mengusir dirinya, usir, usir, usir. Djarot dan timnya, mencoba menahan diri, dan pergi meninggalkan masjid tesebut. 

"Saya bebas mau Jumatan dimanapun. Di masjid manapun bebas nggak pilih-pilih. Dan kami akan selalu cari masjid yang satu arah dengan acara berikutnya," ujar Djarot usai salat Jumat di Masjid Jami Al'Atiq, Tebet, Jakarta Selatan, seperti dikutip detik.com.

Penolakan yang dilakukan takir Masjid dan juga jamaah jelas menunjukan kalau masjid telah diseret ke arah politik praktis.

"Itulah bentuk yang saya sebutkan politisasi masjid. Ini seperti tidak di Indonesia, rasanya seperti pola di luar negeri. Yaa, ini mungkin meniru pola di negara lain," kata Djarot.

Padahal, kata Djarot, bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan toleran, tapi kini telah terjadi pergeseran. Padahal sebagai bangsa dan umat Islam, kita wajib menjaga silaturahmi, katanya.

"Kan kita sudah sepakati bahwa ideologi kita itu Pancasila. Bangsa kita itu bangsa yang berbhinneka, apalagi kita selama ini sangat bisa menjaga hubungan silaturahmi antar sesama umat muslim. Kita juga berkewajiban membangun persaudaraan sesama warga bangsa," kata Djarot.

"Bahkan lebih dari itu, Islam juga mengajak kita untuk menjamin menjaga hubungan antar manusia," lanjutnya.

Terkait Pilkada DKI, Djarot meminta jangan lagi isu-isu SARA yang dimunculkan. Djarot mengaku bahwa timsesnya tidak pernah menggunakan cara-cara seperti itu untuk mendapatkan suara. Mantan Wali Kota Blitar itu juga menyayangkan penggunaan kata-kata provokatif yang digunakan oleh takmir masjid saat menyambut dirinya.

"Oleh karenanya, dalam Pilkada Jakarta ini janganlah persoalan SARA dimunculkan. Kami tidak pernah seperti itu. Tadi saya dengar juga takmirnya juga bilang boleh sah tidak mensalatkan jenazah bagi orang yang munafik. Masing-masing kalau punya tafsir benar salah begitu kan susah. Kebenaran hanya milik dia, kita semua salah," tutur pria berkumis itu.

Dia juga ingin semua warga Jakarta menghormati pilihan tiap orang untuk pencoblosan tanggal 19 April mendatang. Hal tersebut untuk menjaga pelaksanaan Pilkada yang aman. Apalagi, Jakarta merupakan barometer pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

"Marilah kita harga menghargai, hormat menghormati, terserah milih tanggal 19 (April) monggo, silakan. Yang penting kita jaga betul Jakarta ini aman. Jakarta ini barometer dalam pelaksanaan demokrasi yang tadi disampaikan demokrasi yang menggembirakan," ucap Djarot.

Djarot pun menyerahkan pilihan pada tanggal 19 April mendatang pada warga Jakarta. Yang paling penting baginya adalah jangan ada lagi penolakan yang dilakukan kepadanya saat mengunjungi masjid yang ada di Jakarta.

"Yang bisa mampu menjadi pelayan masyarakat yang baik, atau serahkan sepenuhnya kedaulatan itu ditangan rakyat. Jadi kalau saya, sekali lagi saya ke masjid, kemana saja boleh, masa nggak boleh," tutupnya. 


.me