Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius meminta semua pihak untuk memahami posisi aparat ketika berhadapan dengan kelompok teroris bersenjata yaitu antara terbunuh atau membunuh.
"Kalau mereka bersenjata, ada enggak opsi untuk menyerah? Kan susah juga. Anggota juga dalam posisi terancam jiwanya. Kalau enggak menembak, anggota yang mati," ujar Suhardi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, seperti dikutip Kompas, Senin 10 April 2017.
Seperti diketahui Petugas gabungan dari Polres Tuban, Brimob Bojonegoro, Gegana Polda Jatim dan TNI menembak mati enam orang terduga teroris dalam kontak senjata di Tuban, Jawa Timur, Sabtu (8/4) pukul 17.00 WIB.
Keenam terduga teroris sebelumnya menembak dua petugas Polantas yang sedang bertugas di Pos hutan Peteng, Jenu, Tuban. Namun tembakan lolos, dan para pelaku melarikan diri menggunakan Daihatsu Terios putih Nopol H 9037 BZ.
Selanjutnya petugas melakukan pengejaran dan penghadangan, sehingga keenam pelaku melarikan diri dan meninggalkan mobilnya di pinggir jalan di Desa Beji, Kecamatan Jenu.
Dalam keadaan terkepung di kebun jagung di kawasan Desa Suwalan, Jenu, keenam terduga terduga teroris rupanya tidak rela menyerahkan diri dan terus melakukan perlawanan dan menembaki petugas, sehingga petugas terpaksa melakukan penyerbuan dan penembakan.
Suhardi Alius menuturkan, berdasarkan laporan yang diterimanya, keenam terduga teroris tersebut seluruhnya bersenjata. Oleh sebab itu, posisi polisi yang melakukan penyergapan juga terancam nyawanya, sehingga polisi mengambil sikap tegas dan keras.
Suhardi sadar tindakan polisi menembak mati terduga teroris yang mengancam seringkali berbuah kritik.Namun, Suhardi minta publik, khususnya mereka yang mengkritik, melihat situasi dengan obyektif bahwa aparat sulit membawa para pelaku hidup-hidup.
"Mari kita evaluasi secara obyektiflah. Kemarin bersenjata semua yang saya dengar laporannya. Posisi petugas juga dalam posisi sulit. Mari kita obyektif dalam melihat itu semuanya," ujar Suhardi.
Pascapenembakan di Tuban, Komnas HAM mengkritik cara aparat menangani para terduga teroris di Tuban. Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution menilai Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, telah melakukan praktik judicial killing (pembunuhan di luar proses peradilan).
"Densus 88 Polri cenderung menerapkan konsep strategi 'perang' dengan cara pembunuhan dan pembantaian terhadap terduga teroris, bukan preventif," tegasnya.
.me