Advertisement
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Ketua DPR RI, Setya Novanto, diminta mematuhi hukum dan menyerahkan diri.
Hal ini dikatakan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, di tengah upaya petugas KPK menjemput paksa Novanto dari rumhnya di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Rabu malam, 15 November 2017.
"Secara persuasif kami menghimbau SN mau menyerahkan diri," kata Febri kepada awak media, Rabu, (15/11).
Petugas KPK yang datang ke rumah Novanto sekitar pukul 21.40 WIB dikawal puluhan petugas Brimob. Namun petugas KPK oleh pemilik rumah dilarang masuk.
Namun demikian, Novanto sedang tidak berada di kediamanya, dan di rumah tersebut yang ada hanyalah kuasa hukumnya.
Febri menjelaskan, upaya paksa terpaksa dilakukan setelah Novanto berkali-kali dipanggil mangkir, baik dalam kapasitasnya sebagai saksi maupun sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektrik (KTP-e).
Aksi jemput paksa yang dilakukan KPK ini menuai kritik Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah dan juga Ketua Komisi III Bambang Soesatyo. Keduanya menilai KPK telah berlebihan.
"Kalau sampai Setya Novanto dijemput paksa oleh petugas, ini pasti perintah orang kuat di negara ini," kata Fahri tanpa menyebut nama orang kuat yang dimaksudkanya.
Fahri lebih jauh mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi), harus bertanggungjawab,jika sampai petugas menjemput Novanto. Hal itu menurutnya akan menghancurkan pondasi hukum di Indonesia, ujarnya tanpa menjelaskan anggapanya tersebut.
Sementara itu Ketua Komisi III Bambang Soesatyo menilai, upaya jemput paksa yang dilakukan KPK terhadap diri Novanto, berlebihan.
"Apa tidak ada cara lain. Ini bikin kegaduhan," kata Bambang.
Dilain pihak, fungsionaris Partai Golkar lainya, Yorrys Raweyai, meminta Novanto untuk mematuhi hukum, dan stop melawan negara.
"Stop melawan negara. Ini kan komitemen politik," kata Yorrys.
Yorrys menilai upaya Novanto akan sia-sia, karena kasusnya sudah terang benderang.
.mar/me