Advertisement
Banjar, Mejahijau.Net– Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saberpungli) kembali menggelar razia di sejumlah titik di Kota Banjar untuk menindak para tukang parkir (tukir) ilegal. Penertiban ini dilakukan sebagai upaya menegakkan aturan dan menciptakan tata kelola parkir yang tertib dan sesuai hukum. Namun, tindakan tegas ini justru memunculkan kegelisahan baru di kalangan masyarakat.
Para tukir yang dirazia sebagian besar merupakan warga setempat. Mereka menggantungkan hidup dari uang receh hasil menjaga kendaraan, meskipun tidak memiliki izin resmi. Bagi mereka, menjadi tukir adalah jalan terakhir untuk menyambung hidup di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
“Saya bukan mau melanggar aturan, tapi ini satu-satunya pekerjaan yang bisa saya lakukan. Kalau ini dilarang, kami harus makan apa?” ujar salah satu tukir yang enggan disebutkan namanya.
Razia yang dilakukan Saberpungli memang sesuai aturan, tetapi hingga kini belum ada solusi konkret dari pemerintah kota Banjar untuk mengalihkan atau membina para tukir ilegal tersebut. Kondisi ini menuai kritik dari berbagai pihak , Aan Alamsyah salah satu Dosen di unipersitas swasta di Banjar akhirnya buka suara menilai pemerintah hanya fokus pada penindakan tanpa memikirkan dampak sosial bagi masyarakat kecil.
“Penegakan hukum itu penting, tapi harus dibarengi dengan solusi. Jangan sampai aturan jadi alat menekan rakyat kecil.
Pemerintah daerah seharusnya bisa menyediakan alternatif pekerjaan atau membuka pelatihan keterampilan agar para tukir memiliki pilihan lain untuk mencari nafkah. Tanpa pendekatan yang manusiawi dan berkelanjutan, razia seperti ini hanya akan menambah masalah sosial baru.
Kebijakan yang diambil tidak hanya berpihak pada aturan, tetapi juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Karena pada akhirnya, pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang juga mampu memberdayakan rakyat kecil. (Tito)
